top of page
Cari
  • Gambar penulisRio Adrianus

Year End Portfolio Review

Kebalikan dengan apa yang dialami mayoritas orang di tahun ini, portfolio saham saya di tahun ini jauh lebih baik dari tahun 2019. Ada 2 saham baru yang saya beli di tahun ini: SRIL dan BBNI. Both are doing really well. Satu saham sawit BWPT yang memiliki porsi terbesar di portfolio saya semakin cepat menutup gap paper loss di tahun ini.


1. BBNI


Saham ini saya beli dengan tujuan trading. BBNI rontok besar di awal tahun ini sebelum pandemi resmi dinyatakan di Indonesia...dan seperti banyak saham lainnya, membentuk bottom shortly setelah pandemi resmi dinyatakan.


Di analisa yang saya pakai untuk membeli saham ini, saya share beberapa garis paralel yang menurut saya adalah ‘key note’ saham ini. Garis-garis key note adalah garis diagonal yang dengan jelas menunjukan keteraraturan di pergerakan suatu saham.


Line 1 adalah target saya untuk menjual saham ini. Jelas BBNI menembus line 1. Tapi lihat secara detail, BBNI sempat membentuk koreksi yang cukup berarti relatif terhadap upswing sebelumnya. Hal ini penting karena itu berarti ‘angle line’ ini masih relevan.

Sekarang BBNI membentuk koreksi (sejauh ini) di 50% retracement. Saya pikir BBNI baru akan mencapai pivot signifikan ketika ia mencapai angle line berikutnya yang saya beri label ‘copy’. Estimasi dengan pertemuan diagonal line dengan 62% retracement menunjukan setidaknya point tersebut baru tercapai di pertengahan tahun depan (2021) di harga sekitar 7.500/share.


Satu alasan utama mengapa saya belum menjual saham ini, yang sudah mencapai target awal adalah karena broker saya Kresna Sekuritas masih disuspend. Saya tidak khawatir karena saham tidak bisa tiba-tiba raib karena satu broker. Seburuk-buruknya, saya bisa transfer ke broker lain karena saham publik, termasuk yang saya miliki, berada di kustodian, bukan rekening broker. Tapi itu merepotkan saya. Jadi saya chill dulu, berharap suspend Kresna diangkat sebelum pertengahan tahun depan.




2. SRIL


Di bulan November saya tiba-tiba mendapat message dari seorang hedge fund manager asing berlokasi di Monacco kalau saya tidak salah ingat. Dari profilenya, ia adalah pemain lama dan seorang full-fledged CFA. Sepertinya dia tertarik membeli SRIL (atau mungkin sudah lama memegang SRIL). Beberapa tahun yang lalu ketika saya bekerja di sebuah sekuritas, saya menganalisa SRIL. Analisa itu sepertinya masih tersimpan di Bloomberg terminal yang kemudian dibaca oleh hedge fund manager ini (luar biasa effortnya untuk menggali past archives dan secara personal mengontak langsung).


Dia bertanya, “Apakah laporan keuangan SRIL bisa dipercaya?”


Saya mendapati kalau hedge fund manager ini memiliki konflik karena ia tahu kalau sisi balance sheet SRIL memburuk, sesuai laporan keuangan. Tapi sepertinya ia dibingungkan dengan local expert yang percaya kalau SRIL is doing just fine di tahun pandemi ini. Sejauh pengalaman saya, net income masih menguasai bahasa keuangan. Saya tidak heran kalau banyak local expert percaya kalau SRIL is doing just fine di pandemi ini karena melihat net incomenya yang terus naik. Ini tentu saja ilusi. Kita tahu net income SRIL terus menerus naik tiap tahun.


Jadi saya jawab, “perlu Anda ketahui kalau pandangan saya di report dulu itu tidak saya pegang lagi. Sekarang saya melihat EVA, bukan net income. Yes, net income SRIL tidak bisa dipercaya, tapi kita bisa percaya dengan laporan yang diberi akuntan SRIL”.


Seperti kebanyakan investor retail lainnya, saya tidak memiliki akses untuk mengontak langsung top executives dan industri expert. Jadi saya mempoint-out kalau kita bisa percaya dengan laporan keuangan akuntan SRIL karena harga saham SRIL masuk akal ketika kita memperhitungkan balance sheetnya (baca analisa SRIL sebelumnya). Lebih lanjut, saya bertanya, ‘mana yang lebih masuk akal: pandemi ini membuat gudang SRIL penuh karena shipping sulit atau tidak ada masalah seperti yang disuggest local expert? Fund manager tesebut setuju dengan point saya.


Pembaca EVA Brief tahu kalau saya membeli cukup banyak saham SRIL sebelum pandemi resmi di Indonesia ketika harganya di 220/share dan saya memberikan penjelasan mengapa saya pikir SRIL undervalued saat itu, berdasarkan recent report Q4 2019. Just my luck, 2 minggu kemudian PSBB masal diberlakukan dan semua saham melanjutkan penurunannnya. SRIL turun sampai dekat ke 100/share. Who would’ve thought it was possible? Di EVA brief sebelumnya saya menjelaskan kalau 100/share itu merefleksikan ekspektasi investor yang sangat persimistis bahkan dengan efek pandemi sejauh ini. Tapi seperti kebanyakan orang lainnya, saving extra menjadi sebuah luxury. Belum lama ini saya baru mendapatkan extra saving, tapi SRIL di 100/share sudah menjadi cerita lama.


Here is an interesting part. Siklus psikologi pasar (optimistis – pesimistis) adalah bagian integral dalam analisa saya. Ini karena kita tidak tahu masa depan. Hal terbaik yang bisa kita lakukan, saya percaya, adalah mencari cara untuk mengetahui dimana kita saat ini di dalam siklus tersebut. Untuk saya, mengetahui (at least to the best of my ability) kalau SRIL sudah mencapai titik yang sangat pesimistis sangat valuable. Tapi banyak investor bergantung pada kemampuan meramal masa depan atau ingin fundamental perusahaan justru bagus di saat downturn terjadi. Pilihan pertama, saya percaya, bukan keunggulan yang reliable karena saya dan Anda bukan peramal. Yang kedua umumnya juga tidak realistis karena ketika downturn saham sudah besar dan panjang, biasanya fundamentalnya juga menurun.


Ketika ditanya pendapat saya mengenai SRIL, saya menjawab, ’berita baiknya adalah belum lama ini ekspektasi investor sudah sangat pesimistis terhadap SRIL. Berita buruknya, kondisi SRIL sepanjang tahun ini betul memburuk.”


Tidak mengejutkan, hedge fund manager itu tidak menggubris sama sekali bagian ekspektasi. Dia kembali ingin mendapat konfirmasi apakah betul kondisi SRIL memburuk sesuai dengan apa yang akuntan laporkan di balance sheetnya. Pertanyaa saya: Seandainya hedge fund manager tersebut belum memiliki saham SRIL, apakah menurut Anda ia akan membeli saham SRIL? My thought exactly.


Jawaban standard analyst ketika keadaan memburuk adalah wait and see sebelum kondisi betulan membaik. Semakin lama kondisi baik ini berlanjut, semakin tinggi kepercayaan untuk membeli saham. Hanya sedikit yang saya temui yang betul-betul menganggap pertanyaan, “How much is too much” sebagai pertanyaan paling penting dalam berinvestasi.


On closing note, selain dari alasan broker disuspensi, background pesimistis ekstrem memberikan saya alasan untuk mengharapkan kelanjutan peningkatan harga. To be fair and clear, menurut saya efek dari pandemi terutama di bagian shipping memberi pandangan saya kalau ‘reasonable price’ SRIL berada sedikit di bawah book valuenya, berbeda dari assessment sebelumnya di par value. Tapi saya expect SRIL memiliki peluang besar untuk trade di atas par. Bukan karena kondisi membaik, tapi karena background ekspektasi yang ekstrem. Tentunya, kalau kondisi economic profit SRIL akan segera membaik, lebih baik. Di bulan ini SRIL me-respect 38% retracement dari fibo ret di bawah. Saya melihat 375 sebagai viable target. Bukan target yang membutuhkan economic profit growth signifikan, dan negative mood membuatnya tetap memberikan ruang error besar seandainya SRIL lanjut memburuk, but that’s unlikely.


Lebih penting lagi, semua bagian atraktif SRIL yang membuat saya membeli saham ini dan sekarang sedang menikmati capital gain, tidak membutuhkan spekulasi ‘wow’ masa depan seperti mengharapkan perjanjian dengan Eropa dan RCEP bisa menjadi ‘catalyst’ untuk masa depan yang cemerlang. Could be, might be, but I don’t rely on it.


P.S: Saya mengubah pivot fibo ret untuk chart di atas. Di analisa sebelumnya dengan menggunakan pivot berbeda, yang menurut saya penting, fibo confluence terjadi di sekitar 290/share. Unsurprisingly, perubahan pivot ini hampir tidak mengubah level signifikan yang terbentuk. Market memiliki keteraturan secara geometri. Tapi bukan berarti hal ini membuat saya mahir memilih turning point. Golden ratio (dan 50%) adalah rasio yang dipakai market dalam membentuk proporsi di struktur internalnya. Tapi akan ada lebih dari satu. Tugas yang lebih sulit adalah menentukan mana yang lebih penting. Saya belum tahu cara reliable untuk menjawabnya. Hal terbaik yang bisa saya lakukan adalah menarik garis trendline diagonal yang secara historis direspect oleh market.




3. BWPT


Kalau ada yang percaya kalau investasi saham bergantung pada good forecast, BWPT (dan saham sawit lainnya) memberikan pelajaran realita. Di perusahaan sawit tentunya faktor terbesar penggerak economic profit adalah harga sawit (kecuali kalau perusahaan-perusahaan ini mulai ekspansi lahan besar-besaran lagi).


Newcomers mungkin tidak menyadari hal ini. Titik turnaround harga sawit terjadi di pertengahan 2019. Apa yang terjadi pada saham sawit sepanjang 2019? Turun terus. Baru di kuartal pertama tahun ini saham sawit naik.


Untuk alasan yang kurang saya pahami, kenaikan harga sawit baru terasa ke economic profit di tahun ini. Sepertinya kenaikan harga sawit di pertengahan tahun 2019 terlalu terlambat untuk mengubah gambaran umum. At any rate, selama harga sawit kuat, kenaikan economic profit hanya menunggu waktu, sebuah point yang berulang kali saya kemukakan di analisa-analisa sebelumnya. Saya tidak terkejut ketika mendapat respon dingin. Kebanyakan orang sangat terpengaruh dengan perubahan harga walaupun realita fundamental (harga sawit) berubah di depan mata mereka.


Pandangan saya sejak analisa terakhir tidak berubah. Selama ada alasan bagus mengapa EVA akan meningkat secara agresif, untuk alasan yang jelas sudah ada di depan mata, saham itu adalah investasi yang menarik terutama bila sebelumnya tekor. Seringkali peningkatan agresif EVA menjadi prekursor kenaikan harga sampai di point dimana sulit untuk menjustifikasinya. Kejadian paling baru, lihat ANTM. Tentunya di saat itu, risiko kehilangan uang secara permanent sangat tinggi. Tapi siapa yang mendengar pesan hati-hati ketika tampaknya semua orang mem-post cuan? Inilah fondasi yang membuat market top, bukan kemerosotan perusahaan.


Masih ada beberapa saham lainnya. Ada satu yang cukup signifikan yang saya nilai gagal total. Saham in bernama GMFI. Mungkin pernah saya kupas di EVA Brief, tapi saya berencana untuk mengupasnya lagi untuk melihat seberapa jauh saya bisa memitigasi risiko berinvestasi di GMFI di harga saat seandainya saya bisa mengintegrasikan EVA ke dalam kpeutusan investasi saham saat ini.



Looking back...


Ada satu pertanyaan yang mengganjal di pikiran saya untuk waktu yang lama: Could I do it better? Average price saya di BWPT ada di sekitar 210/share. Saya aktif membelinya di sepanjang 2018. Ketika itu pengetahuan saya terhadap EVA sangat minim. Begitu minimnya sampai saya tidak mengerti bagaimana membuat EVA ‘works’ untuk keputusan investasi saham saya. Sekarang keadaan cukup berbeda. Seandainya saya mengerti, saya akan membelinya di bawah 100/share. Logikanya sederhana. Net capital/share BWPT terakhir di tahun 2017 sekitar 200/share. Jelas kalau BWPT adalah perusahaan defisit economic profit yang kronis, jadi diskon besar diinginkan. Lowest point BWPT sejauh itu ada di 110/share. Retracement ke low point tersebut secara efektif akan menganulkan asumsi motive wave (wave 1) yang saya miliki saat itu. Bukan motive wave berarti ada technical reason untuk expect kalau lowest point tersebut kemungkinan ditembus. Selagi secara long term chart BWPT perbedaan 200/share dan 100/share tidak signifikan, jelas potensi returnnya berbeda signifkan. Sayangnya, basis utama pembelian mula-mula saya adalah long term price chart.



Looking forward...


Saya suspect banyak pembaca sudah lupa dengan ‘angle line’ yang pernah saya share di analisa lalu. BWPT, seperti halnya saham lain yang mengalami penurunan signifikan dan persistent bertahun-tahun (contoh lain, LPPF) memberikan banyak investor kesempatan belajar kerendahan hati dalam mengakui kalau biasanya kita overconfident dalam menilai kemampuan kita menahan mood pesimistis. Jika, buy when everybody is fearful, adalah hal yang mudah, semua orang sudah melakukannya. Ada keteraturan di market secara geometri. Those who don’t believe it, it’s their loss. Dengan mengubah fokus terhadap keteraturan dan proporsi, garis-garis yang kita gambar akan lebih signifikan untuk jangka panjang.


Angle line tersebut yang saya beri label ‘line 1’ akhirnya ditembus dengan peningkatan volume. No surprise there. Angle line ini tidak saya ubah, masih ada di chart saya sejak tahun lalu. Setiap kali BWPT menyentuh garis ini, saya mention di Stockbit kalau BWPT berada di critical junction. Apa yang terjadi di awal tahun ini mematahkan banyak harapan investor. Tapi itu tidak mengubah signifikansi dari angle line tersebut. Chart di atas adalah satu-satunya chart teknikal yang saya perlukan untuk tahu kalau trend besar BWPT sudah berubah.





For now, I cheer for the good yea1r. At least in my stock portfolio. See you next year. Hopefully, a better year for most.

179 tampilan0 komentar

Opmerkingen


bottom of page