Dalam pandangan saya, long-term picture AALI mengikuti Elliott Wave Principle. Di bulan Juli 2020, saya membagikan post interpretasi wave count AALI. Sejauh ini, development AALI mengikuti skenario wave count tersebut. Downturn signifikan yang dimulai di awal tahun 2021 adalah hal yang saya antisipasi karena wave 5 telah selesai. Wave 5 tersebut mengakhiri larger degree wave (1) atau (A). Di sini saya akan mengupas pandangan saya yang melihat preferred scenario wave (1) di peak 2021 (bukan wave A). Pandangan ini berarti melihat koreksi wave (2) sudah selesai di Juli 2021 dan sekarang AALI berada dalam fase awal larger degree wave (3). Dengan kata lain, AALI saat ini berada di fase awal major bull market. Tapi nanti saya akan mempertimbangkan skenario terburuk dari pandangan wave count alternative (wave (A) di peak 2021).
Chart dari Juli 2020 (Improve Your Trend Analysis with Elliott Wave)
Side note: The end of wave (2) correction was well anticipated on June 2021 (AALI & BWPT from Technical Perspective)
AALI: present (June 2022)
Saat ini AALI telah menembus lower channel line dengan konsekuensi mentrigger selling pressure lebih lanjut (see previous analysis). Sejauh ini dari interaksi price & volume, AALI berada di kontrol bears – for now. Ada kemungkinan bar terakhir (hari Jumat kemarin) adalah selling climax, tapi kita perlu melihat follow-up yang terjadi. Ada kemungkinan level AALI saat ini penting. Bagian timing ini akan dibahas belakangan. Saya ingin mengupas lebih lanjut bagaimana posisi AALI dalam big picture.
Central dalam pemahaman saya di studi siklus market adalah siklus besar tidak terjadi secara vacuum. Ada underlying value yang menjadi basis major bull market sebelum akhirnya mencapai fase euforia. Untuk alasan ini, saya tidak melakukan bet di MLBI (Bir Bintang) walaupun sekilas harga saham MLBI terlihat naik kencang dan restriksi COVID sudah longgar (sejauh ini MLBI masih terlindungi dari kenaikan bahan baku di market. Seandainya MLBI akhirnya terkena full exposure dari kenaikan raw materials, EVA akan terkontraksi signifikan).
Kita bisa melihat AALI menunjukan improvement persistent sejak tahun 2020. EVA improvement signifikan ini juga terlihat di seluruh perusahaan kebun sawit.
Of course, hampir seluruhnya berkat kenaikan harga CPO yang saat ini berada di historic high.
Setiap kali ada downturn saham sawit, semua narasi yang saya baca menyalahkannya ke harga CPO ‘anjlok’. That’s absurd. Investasi awal saya di saham sawit sudah sejak tahun 2018 (and I’m still keep going at it). Di tahun itu, angan-angan kalau CPO bisa mencapai 3.300 (MYR/T) saja sudah bisa membuat management lompat kegirangan. 3.300 adalah level sedikit di bawah lower high tahun 2012. Sekarang CPO di 5.400. Sempat mencapai 7.000. Efficient market hypothesis sepertinya adalah kepercayaan by default untuk kebanyakan orang!
Tapi jelas ada hambatan signifikan yang membuat perusahaan sawit tidak mendapat full benefit dari dari harga CPO. Chart sebelumnya menunjukan kalau level economic profit AALI saat ini masih jauh di bawah peak commodity boom 2012, padahal harga CPO sekarang jauh di atasnya. Dalam pandangan saya, ada 2 faktor utama mengapa demikian. Pertama, regulasi. Kedua, keterbatasan kemampuan perusahaan sawit untuk mempass-on regulation fees di market ekspor.
Dari sisi regulasi, CPO tidak hanya terkena pajak ekspor, tapi juga pungutan untuk subsidi. Total regulation fees ini melonjak di awal 2021 dan kembali lompat di Maret 2022. Pungutan subsidi sejauh ini mencapai puncaknya di bulan Mei kemarin. Di bulan ini ada kejadian penting. Menteri Perdagangan merencanakan penurunan signifikan untuk pungutan subsidi. Data di bulan Juni di chart bawah ini memakai tarif rencana baru tersebut.
Data source: katadataku.com
Export tax direncanakan naik ke USD 288/T dari saat ini 200, sedangkan pungutan untuk subsidi akan turun drastis dari USD 375/T ke 200. Net totalnya berkurang dari 575 ke 488.
In hindsight, dengan data yang lebih lengkap (thanks to katadataku.com), dugaan saya di bulan September 2021 betul. Di analisa Brief EVA Overview on Palm Companies, saya menduga kalau ada faktor penting selain dari tarif ekspor. Dugaan saya ketika itu ada tarif tambahan. Tarif tersebut berupa subsidi untuk biodiesel. It turns out it was pretty spot on. Sekarang kita tahu subsidi itu untuk minyak murah juga. Tapi saya menduga masih ada yang lain. Saya ragu kita akan pernah tahu keseluruhannya. Apa yang penting sekarang adalah apabila kebijakan baru terjadi, ini akan menandakan perubahan posisi pemerintah dari yang sebelumnya pro-subsidi menjadi lebih tidak pro. Di sisi lain, saya yakin ada bentrok terkait pajak ekspor.
Chart di atas menunjukan dengan jelas ada uptrend konsisten di export tax. No surprise. Ekspor CPO adalah sumber besar dollar. Semakin parah kondisi utang luar negeri, baik di pemerintah maupun private sector, semakin besar insentif pemerintah untuk menaikan tarif pajak ekspor.
Tanpa adanya kelanjutan kenaikan export tax, perusahaan CPO di tahun ini akan mendapatkan net price yang jauh lebih tinggi dari tahun 2021. Rata-rata net price (setelah dikurangi export tax and levy) CPO di tahun 2021 sekitar USD 785/T. Apabila kebijakan baru berlaku dan tidak ada perubahan besar di harga CPO, maka rata-rata net price di tahun ini akan di atas USD 1.100/T. Ini berarti kenaikan EVA lebih lanjut yang akan membuat AALI akhirnya menjadi economically profitable. Saat ini EV/Invested Capital AALI di 0,9.
Faktor besar kedua yang membatasi benefit kenaikan harga CPO ini adalah perusahaan sawit tidak bisa mempass-on kenaikan biaya regulasi ke market export. Perlu saya garis bawahi kalau point ini adalah dugaan saya. Tapi point ini masuk akal karena Indonesia bukan satu-satunya major producer. Kustomer international selalu bisa memilih CPO dari Malaysia....selama persediaannya ada. Selama 3 minggu di bulan Mei ada larangan ekspor sawit dari Indonesia.
Saya pikir implikasinya ujung-ujungnya akan positif untuk perusahaan CPO disini. Data inventory Malaysia terakhir masih di bulan April. Data bulan Mei akan penting. Saya expect inventory CPO Malaysia mengalami kontraksi signifikan di bulan Mei. Apabila ini yang terjadi, saya pikir hal tersebut bisa menjadi signal bagi produsen lokal untuk mulai menggeser cost regulasi ke kustomer. Biaya regulasi bisa menjadi ringan apabila bisa dipass-on ke kustomer. Note downtrend inventory CPO Malaysia sudah dimulai sejak tahun 2019.
A Bearish Interpretation Consideration
Di chart awal, saya memberikan skenario alternatif A-B-C zig-zag. Di skenario ini, high 2021 adalah akhir wave A. Low di pertengahan 2021 adalah wave B. Sekarang AALI telah menyelesaikan 5-wave yang menjadi wave C dan menyelesaikan correction pattern zig-zag yang dimulai sejak low Maret 2020. Wave C ini tidak berhasil melampaui akhir dari wave A. Ini mengindikasikan weak market. Larger trend di interpretasi ini adalah downtrend. Implikasi dari interpretasi wave count ini adalah AALI akan menembus low Maret 2020.
Saya menilai skenario ini sebagai very low probability. Satu-satunya event yang bisa saya bayangkan dimana skenario ini bisa berjalan adalah apabila harga CPO terjun bebas. A very unlikely event karena ekspansi perkebunan CPO sudah berakhir sejak tahun 2015-2016.
AALI Current Position
AALI saat ini berada di fibonacci confluence zone setelah tembus dari channel line. Ada kenaikan volume signifikan di beberapa hari terakhir. Ada kemungkinan selling climax terjadi disini. Kita perlu melihat follow-up. Note kalau AALI saat ini sudah berada di area congestion wave iv.
Di daily chart, note posisi indikator Composite Index (unbounded oscillator). Historically, posisi indikator saat ini adalah point extreme penting di AALI. Perhatikan bagaimana level saat ini sering menjadi support.
Di weeklu chart, posisi indikator Composite Index menunjukan hal yang sama. Note kalau historically, hampir semua upswing signifikan di weekly chart terjadi di posisi extreme saat ini (see circles). (Chart di bawah ini dimark sebagai ‘daily’ by software di pojok kiri atas, tapi data yang digunakan adalah weekly)
BWPT Section
Salah satu alasan mengapa fokus charting ada di AALI adalah karena struktur AALI jauh lebih jelas dari saham sawit lainnya, termasuk LSIP. Secara spesifik, saya memiliki confidence untuk membuat interpretasi Elliott Wave di AALI, tapi tidak untuk yang lainnya. Pengalaman menerapkan Elliott Wave di BWPT tidak membuahkan hasil. Tapi saya mempunyai a very high confidence kalau value driver BWPT dan AALI sama. Di analisa sebelumnya saya telah berkali-kali menampilkan kalau pergerakan EVA BWPT dan AALI tidak jauh berbeda. Terlebih, saya menemukan kalau EVA improvement BWPT lebih besar dari AALI (as measured by EVA momentum). Ini bisa mudah dimengerti karena starting position BWPT sebelum era kenaikan CPO jauh lebih buruk dari AALI. Secara price action, AALI adalah lead market sedangkan BWPT adalah lag market.
Di sekitar awal tahun 2021 (area panah), kejadian penting terjadi ketika BWPT break-out dari angle line. Hingga saat ini saya masih percaya angle ini signifikan. Deep retracement yang kemudian terjadi tidak mengantar BWPT membentuk new low. Point terendah BWPT masih tetap di low 2020, dan seandainya main scenario AALI berjalan dengan mulus, saya yakin lowest point BWPT akan tetap di low 2020. Expect pergerakan signifikan terjadi ketika BWPT kembali mencoba break-out dari angle line yang di-anchor di secondary high pivot awal 2022.
Di bawah ini adalah estimasi saya untuk EVA BWPT di akhir tahun 2022 apabila kebijakan tarif baru diberlakukan dan tidak berubah, dan harga CPO tidak mengalami perubahan besar. Saya ingin lebih optimistis kalau akhirnya perusahaan sawit mulai bisa mempass-on regulation fee di market export, tapi bahkan tanpa itupun kita bisa melihat EVA improvement signifikan. Ini karena harga CPO di tahun ini lebih tinggi sehingga net pricenya hampir mendekati secondary high 2012. Dengan kata lain, implementasi regulasi baru akan membawa harga CPO secara efektif mendekati peak tahun 2012 di sekitar USD 1.200/Ton (USD 1.700/T – USD 488/T = 1.212/Ton). That would bring BWPT to an almost record high performance.
Saya akan menulis major update berikutnya ketika salah satu ini terjadi: A) AALI naik tanpa menembus low wave 2, kemudian masuk kembali ke dalam area channel (yang mana bullish scenario karena lower channel akan menjadi resistance). B) AALI turun melewati low wave 2, yang mana bearish dan menghancurkan interpretasi wave count utama.
Strong break-out di BWPT dari angle line juga bisa menjadi alasan untuk saya melakukan update. Tapi saya akan menunda update apabila MPOC masih belum mempublish data inventory bulan Mei.
ความคิดเห็น