top of page
Cari
  • Gambar penulisRio Adrianus

Making Valuation Works: UNVR (Unilever)

Analisa kali ini akan berbeda dibanding EVA Brief sebelumnya dimana disini saya akan fokus ke bagian yang betul-betul saya peduli tapi sayangnya tidak bisa dimengerti oleh banyak orang: valuasi. Kebanyakan analisa memilih berita terbaru dan terhangat, lalu mencoba mengupasnya secara detail dan menganggap seolah-olah itu adalah hal terpenting yang membuat market bergerak. Tidak ada yang salah dengan approach itu, tapi saya sulit menemukan bagaimana mengupas berita menempatkan saya di posisi advantage dalam menemukan return. Dalam pandangan saya, satu-satunya cara mengupas berita terbaru bisa memberi advantage hanya terjadi apabila berita tersebut material (mempengaruhi value secara signifikan) dan investor lain belum menyadarinya (belum di priced-in, atau investor belum terlalu optimistis apabila itu good news). Kedua aspek krusial tersebut sayangnya seringkali hilang atau tidak dibuat eksplisit dalam analisa yang saya baca. Certainly, mengupas berita untuk menebak motivasi stakeholders adalah brain excercise yang perlu dihindari untuk investor yang tidak memiliki ‘inside information’ seperti saya dan mayoritas investor lainnya.

Di lain sisi, area valuasi sangat rentan menjadi bagian paling bullshit dalam analisa fundamental, sampai-sampai pendekatan standard dalam kerangka reserach report seringkali menempatkan valuasi di bagian paling akhir dengan panjang yang dibatasi 1-2 paragraf. Dalam pandangan saya, kebanyakan investor/analyst tidak mengerti bagaimana menggunakan valuasi untuk menempatkan mereka ke posisi advantage. Posisi advantage ini memiliki tiga aspek: pertama dan terpenting, terhindar dari permanent loss karena beli di harga yang teramat tinggi. Kedua, memiliki margin of safety tinggi. Ketiga, obviously, terbukti benar pada akhirnya. Point ketiga membutuhkan kemampuan lebih lanjut untuk membedakan skill or luck. Point terakhir ini akan coba saya expand ketika saatnya membahas PRDA berikutnya.


Beberapa waktu yang lalu, saya membaca sebuah post seorang banker dengan jam terbang tinggi. Di post tersebut, banker tersebut mencoba membuat case kalau market bisa tetap irrational untuk waktu yang sangat lama dengan mempost research report sebuah bank yang pernah ia cover sekitar 20 tahun yang lalu ketika menjadi equity analyst. Saya memiliki masalah dalam menganalisa sektor banking. How do you define capital? At any rate, saya akan berasumsi kalau banker tersebut mengerti apa yang ia tulis. Dan sekarang kita memiliki masalah besar apabila ia benar: selama 20 tahun, harga saham bank tesebut tidak pernah merealisasikan valuenya. Saya lupa apakah casenya overvalued atau undervalued, tapi itu tidak penting.


Kita bisa memperdebatkan secara akademis apakah kasus under/overvaluation persistent lebih dari 20 tahun adalah hal yang nyata atau tidak. Saya memilih perspektif yang praktis disini. Dalam pandangan saya, kalau perusahaan tersebut economically viable, maka kita perlu menemukan cara bagaimana mendapatkan capital gain. Apabila bank tersebut economically viable, tapi valuasi menunjukan overvaluation selama 20 tahun lebih (atau undervaluation, tapi market tidak pernah naik) sehingga kita tidak bisa melihat opportunity, what does it tell you? Dari pandangan saya, at best, metode valuasi tersebut tidak fungsional. Saya sama sekali tidak melihat alasan untuk confident terhadap suatu approach apabila selama 20 tahun penjelasan yang bisa saya berikan adalah ‘market bisa terus-terusan irrational’.



Case In Point: UNVR


Sekarang kita ambil saham Unilever (UNVR). Dari tahun 2009, harga UNVR naik lebih dari 5x dari 2.300/share sampai 11.500/share di akhir tahun 2017. Sebuah pendekatan yang membuat investor menghindari saham UNVR selama hampir 10 tahun perlu dipertanyakan. Saya bisa mengerti justifikasi persistent overvaluation di UNVR dengan teori dividend yang solid. Saya tidak lupa kalau di analisa UNVR 2 tahun yang lalu, saya juga membuat case kalau UNVR saat itu sangat overvalued dan overvaluation adalah karakteristik UNVR sudah sejak lama. Jadi, in a way, tulisan yang saya buat sekarang mencoba menentang pandangan saya sebelumnya. Ini karena point terpenting masuk ke stock market adalah making capital gain. Pandangan yang mengatakan tidak ada opportunity di UNVR selama hampir 10 tahun selagi UNVR naik sekitar 5x lipat sangat sulit diterima di mata saya. Kita perlu mencari cara yang lebih baik.


Saya menemukan kalau problem mencari value opportunity di perusahaan wide moat seperti UNVR ternyata juga menjadi dilema terbesar di kalangan value investor turunan Graham-Dodd. Buku terbaru Bruce Greenwald mengakui dan menelaah lebih lanjut dilema ini. Wide moat investing memerlukan spektrum ketiga dalam value investing Graham-Dodd. Spektrum ketiga itu adalah growth. Saya bisa melihat kalau value investor Graham-Dodd sangat reluctant melihat opportunity di spektrum ketiga ini, and for a good reason: growth seringkali menjadi value trap (di banyak kasus, growth justru menghancurkan value). Banyak orang berasumsi kalau tantangan terbesar value investor ala Graham-Dodd adalah sektor teknologi. Not true. Valuasi teknologi seperti Bank Jago dan BukaLapak yang seringkali dijustifikasi dengan metriks-metriks aneh tapi terdengar keren, is simply dismissed. The real, credible challenge untuk value investor dengan root Graham-Dodd adalah saham seperti UNVR.


Secara singkat, saya mengatakan kalau mencari opportunity di UNVR tidak pernah mudah, dan seorang investor perlu sedikit ‘bend the rules’ untuk bisa melihat opportunity untuk capital gain. Kenyataannya, perusahaan yang memiliki competitive advantage seperti UNVR akan memiliki premium besar di atas book valuenya, for most of the time. Premium besar ini hanya bisa terjadi karena investor menaruh ekspektasi long term economic profit (EVA) growth. Implikasi dari long term EVA growth ini adalah secara efektif perusahaan tersebut dinilai terlepas dari tekanan competitive market: satu key point yang tidak disadari oleh kebanyakan praktisi free cash flow/dividend model ketika memasukan asumsi perpetual growth.


Di analisa 2 tahun yang lalu, saya menampilkan betapa besarnya revenue growth yang diperlukan UNVR untuk menjustify harga sahamnya saat itu tanpa ada asumsi perpetual growth yang menentang hukum kompetisi. Problemnya, pandangan seperti itu tidak memungkinkan seorang investor untuk melihat opportunity di UNVR - at any point in time. Kita perlu ikut bermain di irama investor lainnya. Dalam pandangan saya, itu berarti memasukan long term growth ke dalam penilaian kita. Tendensi ekspektasi long term growth yang persistent ada di perusahaan yang memiliki economic moat, seperti MLBI (Multi Bintang) sebelum pandemi dan HMSP (Sampoerna) sebelum kebijakan cukai baru. Di semua kasus ini, kita menyaksikan apa yang terjadi ketika investor menarik keluar ekspektasi long term growth. Mereka sangat langka, dan di reserved untuk perusahaan yang exceptional.

Sejauh ini saya memberikan 2 point penting tentang long term growth: Pertama, kita bisa expect perusahaan dengan economic moat kuat memiliki ekspektasi long term growth di sahamnya. Kedua, ekspektasi long term growth ini tidak selamanya dipertahankan oleh investor. Ketika mereka melepas ekspektasi long term growth, harga saham akan turun signifikan meninggalkan investor dekat pucuk dengan risiko permanent loss yang signifikan.


On the flip side, seorang investor akan mendapat return yang sangat besar apabila ia tahu duluan sebelum yang lain kalau market akan menaruh ekspektasi long term growth, dan ia bisa tahu kapan market melepas ekspektasi long term growth tersebut dan menjual sahamnya sebelum itu terjadi.


Apa yang akan saya lakukan sekarang adalah mencoba mengestimasi seberapa besar ekspektasi long term growth yang ada di UNVR. Estimasi ini akan kritikal dalam memberi jawaban seberapa besar risiko yang dihadapi investor ketika market menarik keluar ekspektasi long term growth mereka.


Dalam mengestimasi ekspektasi long term growth, saya menggunakan kalkulasi perpetuity yang paling sederhana dengan asumsi tidak ada perubahan EVA di periode yang diukur: EVA/(WACC-g). ‘g’ adalah implied ekspektasi long term growth. Dalam estimasi EVA untuk UNVR, saya assume constant cost of capital UNVR sebesar 10%. Semenjak pandemi, BI secara persistent menurunkan BI rate dari 6% di pertengahan tahun 2019 hingga saat ini di 3,5%. Ini adalah alasan bagus untuk menurunkan estimasi cost of capital sebesar 1-2%, tapi saya memilih pendekatan untuk tidak fleksibel terhadap cost of capital agar fokus tetap berada di perubahan bisnis operational.


Di bawah ini adalah estimasi implied long term growth market di UNVR. Rata-rata ‘g’ dalam 11 tahun terakhir sebesar 7,8%. Bukan sebuah kejutan bagi praktisi DCF. ‘g’ sekitar 8% adalah standard textbook untuk market Indonesia. Praktisi DCF bisa tersenyum mengetahui kalau teori berguna dalam praktek.


Dari pengalaman, saya melihat kalau market memiliki tendensi untuk mengekstrapolasikan past success berupa EVA growth (EVA momentum). Saya pikir kita bisa mendapat insight lebih jauh apabila kita bisa memisahkan efek tendensi ekstrapolasi past performance ini dengan long term growth.


Chart berikutnya adalah chart terpenting di analisa ini. Di chart bawah, saya memberi nama ekstrapolasi recent success ini sebagai ‘theoretical value’. Ada 2 ‘theoretical value’ disini: yang pertama dengan memasukan ekspektasi long term growth (line abu-abu), dan yang kedua tanpa ekspektasi long term growth (line biru). Line abu-abu di chart bawah ini menjawab seberapa besar advantage seorang investor UNVR yang bisa dengan tepat memprediksi performa UNVR, lalu berasumsi kalau market akan mengekstrapolasikan performa tersebut dengan mempertahankan long term growth (g = 7,8%). Line biru adalah value UNVR bagi investor yang mengekstrapolasikan real performance UNVR, tapi tidak berasumsi kalau growth akan terus-menerus menghasilkan value (g = 0%).


Apa yang chart di atas katakan adalah seorang investor UNVR yang mengikuti irama market dengan menempatkan long term growth 7,8% dan mengekstrapolasikan performa terkini UNVR akan mendapati value UNVR di sekitar 6.000/share. Apa yang lebih menarik untuk saya adalah sepanjang tahun 2011-2014, Mr. Market masih belum ingin mengekstrapolasikan performa UNVR yang sepanjang periode tersebut secara konsisten meningkatkan economic profitnya. It was easy money for those who have the skills, conviction, and patience. Semenjak tahun 2015, Mr. Market sudah tidak puas dengan sekedar ekstrapolasi saja. Clearly, investor yang bisa memaksimalkan profit di puncak hampir 12.000/share adalah investor yang mengerti behavior Mr.Market di fase euforia....atau sekedar beruntung.


Notice blue line di chart atas. Range value UNVR berada di 2.000/share – 3.000/share. EV (Enterprise Value)/Capital memiliki range stabil di sekitar 10-15. Itu adalah value UNVR untuk investor yang mengekstrapolasikan past success UNVR tapi ingin mengikuti irama long term growth market. Semenjak tahun 2017, kita bisa melihat kalau UNVR sudah sangat sulit menemukan growth. Pertumbuhan EVA didorong dengan pengurangan pegawai dan divestasi. Jadi sekarang kita melihat evidence kalau UNVR semakin sulit mendapat additional value dari growth. In hindsight, investor yang skeptis terhadap untuk memberi long term growth premium ternyata memiliki pandangan yang realistis. Mereka betul, tapi mereka tidak bisa mendapatkan capital gain. Mereka mengerti realita perusahaan, tapi mereka tidak mengerti perilaku investor lainnya.


Let’s talk about now. Di chart paling penting di atas, saya menunjukan estimasi value UNVR apabila investor membuang ekspektasi ‘long term growth’ menjadi ‘no growth’ sekitar 2.000/share-3.000/share. That’s clearly a much better deal. Tapi apakah Mr.Market akan membuangnya? Dalam pandangan saya, that is the most important question. Lagipula, bisnis UNVR sangat stabil. Seandainya ternyata investor tidak pernah membuang long term growth, UNVR bisa dengan sangat mudah melampaui ekspektasi investor saat harganya 3.900/share. Expected EVA momentum was 0,1%. Kenaikan revenue berapapun juga akan mengalahkan ekspektasi tersebut. In short, seandainya ekspektasi long term growth masih dimaintain, maka 3.900/share kelihatan pesimistis. Tentu saja ceritanya sangat berbeda bila investor membuang ‘g’.


Tidak ada jawaban mudah disini. Saya percaya seandainyapun investor betul membuang ‘g’ di siklus ini, mereka akan mengambil kembali ‘g’ di siklus berikutnya. Dengan kata lain, saya melihat risiko permanent loss sudah rendah apabila saat ini investor membeli UNVR. Problem utamanya ada di potential return. Alasan utama UNVR bisa naik dari 2.300/share sampai 11.500/share waktu dahulu tidak hanya karena investor menempatkan long term growth expectation, tapi juga karena UNVR secara konsisten meningkatkan EVA mereka dari Rp 2,9 T di tahun 2009 menjadi Rp 7 Triliun di tahun 2017. Kenaikan performa yang besar dan konsisten itu menjadi trigger investor untuk tidak hanya mengesktrapolasikan past success, tapi melebihinya. Pada saat ini, EVA UNVR sekitar Rp 6 Triliun. Saya menilai tidak mungkin UNVR bisa mengulang kisah EVA growth persistent. It is simply too big now.



So, In Summary....


Performa bisnis UNVR tampaknya sudah memasuki fase no growth. Driver revenue growth sudah stagnant semenjak tahun 2017. Jadi saya tidak melihat alasan bagus untuk mengekstrapolasikan trend kenaikan EVA.

Dari estimasi perubahan ekspektasi market, kita tahu kalau investor memasang long term growth expectation. Hal ini memiliki 2 konsekuensi untuk keputusan investasi saat ini:


Pertama, kalau seandainya market cycle saat ini membuat investor cukup depressed sehingga membuang long term growth expectation (yang mana sebenarnya asumsi realistis sejauh ini), maka market low di sekitar 4.000/share kemarin masih belum bisa dikatakan pesimistis.


Kedua, kalau investor masih memegang long term growth expectation, maka market low 4.000/share mengimply kalau investor tidak mengharapkan performance improvement dari Q2 2021 (LTM). Itu bisa dikatakan pesimistis karena revenue growth berapapun akan melampaui ekspektasi tersebut. Tentu saja, persepsi ini akan berbeda apabila ternyata EVA UNVR lanjut terkontraksi.


Dalam pandangan saya, saya pikir guideline terbaik di masa sulit adalah pandangan yang realistis. Dalam estimasi saya, seandainya ‘g’ ditarik keluar, EV/Capital UNVR berada di range 10-15 (lihat chart di atas). Sebagai perbandingan, market low di 4.000/share kemarin mengimply EV/Capital sekitar 19, still a lot higher. Secara personal, apa yang menjadi preferensi saya adalah ketika market tidak hanya realistis, tapi pesimistis. Saya jauh lebih bisa membayangkan return ‘double my money or more’ disitu daripada saat ini. Dengan harga saham saat ini di 4.760/share, ‘double my money’ memerlukan UNVR menuju ke area all-time high 2017. Itu senilai Rp 440 Triliun (market cap). Penilaian euforia tersebut ditunjang karena UNVR secara konsisten berhasil meningkatkan EVA, sebuah kondisi yang mungkin tidak bisa terulang kembali. Dengan kata lain, selagi kita bisa reasonably expect kalau market suatu saat nanti akan kembali memasuki fase euforia (tidak tahu kapan), fase tersebut mungkin akan mencapai puncaknya di lower high dibanding high 2017.



From A Technical Standpoint...


Sekarang kita akan mencari perspektif baru dari teknikal. Banyak investor fundamental yang tidak peduli dengan analisa teknikal. Mereka membuat kesalahan fatal. Seperti halnya analisa fundamental, kegunaan suatu analisa bergantung pada tools yang digunakan dan kemampuan kita menerapkannya.


Di bulan Desember 2019, saya membuat 3 analisa teknikal dengan implikasi signifikan: Elliott Wave, Traditional pattern, dan long term trendline. Semuanya menunjukan risiko fatal di UNVR. Ditambah dengan assessment ekspektasi EVA UNVR yang jauh di atas awan, analisa tersebut menjadi sebuah klasik yang memperlihatkan bagaimana analisa fundamental dan teknikal yang efektif digunakan untuk menghindari market top.


Saya akan membawa kembali chart head and shoulders di analisa 2 tahun yang lalu karena memiliki implikasi penting untuk saat ini. Note kalau chart ini masih memiliki angka sebelum UNVR stock split*. Pay attention terhadap support dan resistance.

Fast forward, low point UNVR kemarin mencapai proyeksi 100% head and shoulder (kotak bawah). Level equality ini membawa rebound kencang sejauh ini.

Ada 2 observasi teknikal penting lainnya di chart atas. Saya mulai dengan yang paling penting. Rebound kencang saat ini mendekati level magnet di dekat 5.230/share. Failure menembus level tersebut mengindikasikan market yang lemah. Kedua, note kalau unbounded momentum indicator (Composite Index) berada di level extreme. Seandainya UNVR membentuk new high yang semakin mendekati level magnet tersebut, chances are good signal bearish divergence terbentuk.


Sebagai tambahan, saya memberikan proyeksi fibo untuk melihat support signifikan bila UNVR membentuk new low. Ketiga retracement fibo jelas merupakan level signifikan dari sudut pandang support horizontal biasa. 1.300/share memiliki signifikansi besar. Tidak hanya level tersebut menunjukan market yang sangat pesimistis, tapi juga level tersebut adalah awal dari fase terkuat bull market.



Di bawah ini adalah chart EW dan long term trendline. Penjelasan ada di post 2 tahun yang lalu.




*Di awal Januari 2020, UNVR melakukan stock split 1:5. Media dan sosial media sibuk mempromosikan pandangan kalau stock split adalah langkah management untuk meningkatkan sentimen pasar karena membuat lebih banyak investor kecil bisa masuk. Investor jauh lebih baik memegang prinsip value: apa yang tidak merubah cashflow, tidak mempengaruhi value. Saya menggubris stock split ini di review tahun lalu.


174 tampilan0 komentar

תגובות


bottom of page