top of page
Cari
  • Gambar penulisRio Adrianus

EVA Journal (not brief): JSKY (Sky Energy Indonesia)

Ketertarikan saya di JSKY bermula sejak saya mencari-cari perusahaan publik yang berkontribusi positif terhadap apa yang dibutuhkan di kondisi iklim saat ini. Berbagai laporan kredibel tersedia secara gratis untuk siapa saja yang ingin tahu seberapa darurat posisi kita saat in dengan apa yang disebut ‘climate change.’ Kesimpulan yang jelas adalah kita harus secara drastis mengubah cara kita mendapatkan energi (elektrifikasi dan bahan bakar). Oil and coal harus digantikan dengan renewable energy secepat mungkin bila kita tidak ingin berpijak di bumi yang jauh lebih hostile terhadap keberlangsungan hidup manusia modern.


Sky Energy Indonesia (JSKY) adalah perusahaan publik yang menjual solar panel, jadi tentu saja saya tertarik untuk mendalami perusahaan seperti ini. Tapi walaupun demikian, keputusan investasi harus tetap berdasarkan EVA (Economic Value Added). Pertaruran investasi tetap bergantung pada NPV, dan NPV jelas kaitannya dengan EVA (NPV di dalam vokabulari EVA disebut sebagai MVA).


Banyak yang berpendapat kalau JSKY adalah perusahaan abal-abal setelah kasus sebuah reksa dana bernama fantasi yang terdengar seperti Narnia. Kejadian itu sempat membuat saham JSKY di-suspend oleh bursa dan membuat kesan perusahaan abal-abal makin kuat. Saya hanya percaya dengan angka EVA dan membuat kesimpulan saya berdasarkan itu.

------------------------------------------------------------------------------------------



JSKY bukan perusahaan yang excellent, tapi juga bukan perusahaan abal-abal. Perusahaan ini bisa dibilang value-neutral. Break-even company. EVA cenderung agak negatif dimana ROIC mengambang sedikit di bawah cost of capital 12%.



Perusahaan value-neutral bukan perusahaan abal-abal. Perusahaan value-neutral berarti perusahaan yang mampu memberikan required return kepada investor (kreditur dan shareholder).


Chart di bawah adalah core value driver JSKY sejauh ini. Peningkatan value diciptakan dari kenaikan NOPAT margin yang berasal dari kenaikan gross margin. Hal yang menarik dari sini adalah peningkatan margin terjadi setelah JSKY tidak memiliki kustomer dominan. Tahun-tahun sebelumnya, kustomer utama JSKY adalah perusahaan terafiliasi, baik itu perusahaan dari owner yang sama, maupun perusahaan yang erat kaitannya dengan upper management. Di tahun ini, tidak ada kustomer dominan, tapi margin bisa naik. That may be a good thing. Kemungkinan besar jadinya margin yang lebih tinggi ini disebabkan oleh rendahnya bahan baku. In turn, bahan baku murah adalah masalah supplier.

Dengan demikian, saya berkesimpulan kalau peningkatan margin bersumber dari rendahnya bahan baku.


Saya pikir gross margin tidak bisa dipush lebih tinggi lagi. Supplier besar bahan baku JSKY adalah PT Nipress Tbk. Terakhir saya lihat, saham Nipress sedang disuspend oleh bursa karena telat rilis laporan keuangan. Sepintas saya cek data dari Morningstar, performanya juga buruk dengan ROIC sekitar 3-5% saja dan pretty highly leveraged.


Dari chart atas, kita juga melihat peningkatan fixed asset charge yang mengoffset kenaikan NOPAT margin. Kenaikan FA charge disebabkan karena JSKY membangun pabrik baru di Cisalak karena manajemen mengantisipasi kenaikan demand PLTS yang signifikan sebentar lagi (source: Kontan) -> I will keep this in mind.

Overall, saya pikir JSKY akan tetap memiliki ROIC yang tidak jauh berbeda dengan WACC nya. Hard to tell right now. Dari margin, saya melihat ada potensi peningkatan di tangan manajemen yang lebih baik (saya bingung mengapa banyak expense di dalam kategori ‘entertainment’. Doesn’s sound right...). Saat di suspend, saya melihat peluang. Dengan berasumsi JSKY akan tetap menjadi perusahaan yang value-neutral, nilai perusahaannya akan senilai invested capitalnya yang sebesar Rp 401 Miliar. Bila ditranslasikan menjadi harga saham, kira-kira itu senilai Rp 260/lembar. Tidak perlu waktu lama, investor menyadarinya. Dari sebelum suspend sekitar 180, langsung naik hingga menjacapi lebih dari 350, dan sekarang ada pas di 260. Missed my opportunity...


For fun, JSKY pernah dibawa sampai lebih dari 930/share. Di bawah ini saya menampilkan bagaimana EVA harus bertumbuh untuk menjustify harga saham seperti itu.


Sekarang saya tampilkan lagi bagaimana kenyataannya.

Harga saham adalah nilai perusahaan, jadi harusnya mereka mempunyai hubungan. Sekali-kali tapi tidak.


Menurut saya, implikasi dari kejadian saham JSKY untuk investor fundamental adalah lebih baik investor tetap memegang prinsip kalau nilai saham adalah nilai present value dari cashflows (atau EVA). Investor fundamental yang tahu bagaimana melihat gambaran secara keseluruhan (dengan melihat EVA dan tahu seberapa besar ekspektasi pertumbuhan EVA yang diharapkan investor), tahu dengan baik untuk menghindari JSKY di harga 900 walaupun tidak tahu apapun mengenai siapa pemegang saham dominannya.

------------------------------------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------------------------------------


Thursday Afternoon Update (28 Nov 2019)


Setelah membaca berita di aplikasi RTX, saya mendapati kalau manajemen yakin sales growth di akhir tahun ini bisa mencapai 25% dari tahun lalu. Kemudian naik drastis hingga dua kali lipat di tahun depan. Mereka sudah mendapatkan kontrak penyuplai PLTS di Papua sebesar Rp 500 M, dan mereka yakin potensi elektrifikasi PLTS masih besar (menjangkau ke daerah-daerah pelosok yang tidak menarik bagi PLN). Setelah membaca berita ini, saya buru-buru membuka model EVA JSKY dan mengutak-atik beberapa angka. Ini berita signifikan.


100% sales growth di tahun depan is a very bold statement. Seandainya mereka miss, dapat growth 70% juga tetap sangat tinggi. Hal yang paling signifikan di sini adalah impactnya terhadap profitability (EVA margin).


Here is what I think: Manajemen berekspansi besar di fixed asset dengan membuka pabrik baru. Angkanya terlihat sejak tahun 2018. Pembukaan pabrik baru tersebut dilandasi optimisme manajemen terhadap demand PLTS. Demand PLTS JSKY sejauh ini 30-50% berasal dari ekspor. Pabrik kurang lebih digunakan untuk perakitan solar panel (komponennya saya yakin dioutsource). Ini berarti bisa jadi pabrik yang dimiliki JSKY saat ini sudah bisa memenuhi demand hingga dua kali lipat di tahun depan. Kalau tidak demikian, seharusnya kita melihat peningkatan tajam di fixed asset di Q3 2019. Didn’t happen. Efek dari ini adalah fixed asset charge akan jauh lebih kecil bila sales menjadi double. EVA margin bisa meningkat banyak dari faktor ini.


Assuming manajemen tidak ekspansi pabrik besar-besaran di tahun depan, perhitungan saya menunjukkan EVA margin bisa meningkat sampai 2%. That’s a HUGE change. Implikasinya juga besar, karena pada point tersebut, EVA margin akan menjadi positif sehingga sales growth akan ikut turut meningkatkan value secara langsung. Net-net, it is likely JSKY bisa mencapai EVA momentum sebesar 3,8% di tahun depan.

Chart di bawah kurang lebih adalah intisari dari refleksi saya di atas

That changes things drastically. JSKY offers a lot of potentials. 1000/share masih terlihat konyol, tapi 500-an? I dare to say it is still reasonable dengan alasan di atas. Why? MiM (implied expected EVA momentum) di harga 570 adalah 2.0%. Masih jauh di bawah apa yang JSKY bisa achieve di tahun depan dengan 2x sales level tahun ini (detail ada di atas). Oh yes, sebelum kelupaan. MiM di saat harga saham 930? 5.4%.


------------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Saturday Update (30 Nov 2019) – Final Examination


Pengalaman pahit saya di GMFI mengajarkan untuk mempertimbangkan apa yang terjadi dengan perusahaan di luar. Perasaan saya kuat untuk percaya: apa yang berlaku di luar sana, berlaku juga disini...di kasus JSKY. Asumsi ini menjadi sangat penting karena setelah mengutak-atik angka EVA di spreadsheet, saya menemukan betapa sensitifnya perubahan EVA yang bisa terjadi.


Jadi ini yang saya lakukan. Saya menemukan perubahan EVA di JSKY bisa sangat besar terhadap perubahan productivity (ROIC atau EVA margin). Specifically, saya telah mengatakan dengan jelas bagaimana asumsi terpenting adalah margin dan kebutuhan ekspansi pabrik (fixed assets).


Saya melihat gambar keseluruhan global dengan menarik data dari database Morningstar. Voila! Orang awampun langsung tahu kalau industri solar panel tidak begitu bagus. ROIC seringkali hanya break-even dengan cost of capital (saya percaya sekitar 7% di US secara rata-rata).


Proyeksi sebelumnya di JSKY adalah ROIC naik dari 10.7% di Q3 2019 menjadi 14.1% di 2020. Trend ROIC global? Sideways dengan kecenderungan menurun. Setelah closer look terhadap ROIC drivers, saya mendapat 2 key findings:


1. Semuanya memiliki struktur bisnis yang capital intensive. Fixed asset turnover mereka tidak ada yang mendadak bagus karena sales growth yang bagus. Kebalikannya, semuanya menjadi semakin fixed asset intensive. Very important observation.


2. Semuanya mengalami tekanan mempertahankan gross margin mereka. Industri solar panel China telah berkembang pesat dan menekan harga semua produsen solar panel. Tambah lagi untuk JSKY, saham supplierny disuspend oleh bursa. Not looking good.


Dengan kata lain, saya menjadi tidak percaya kalau JSKY bisa mempertahankan gross marginnya di 25,8%. Saya semakin percaya kalau kebutuhan fixed assets akan tetap intensif dengan pertumbuhan sales. Di US market, semua perusahaan solar panel semakin menjadi capital intensive seiring dengan pertumbuhan sales. This eats up their productivity (ROIC). Semua ini membuat saya percaya: This time will not be different. Ditambah lagi, saya tidak menyukai kenyataan kalau supplier terbesar JSKY, yaitu NIPS (Nipress), sedang di dalam masalah. Jelas NIPS bukan perusahaan yang profitable dengan ROIC yang tidak pernah di atas 10% (data dari Morningstar), dan menjadi sangat buruk sejak tahun 2015.


To sum up, di bawah adalah proyeksi EVA 2020 saya yang baru setelah mempertimbangkan apa yang terjadi dengan perusahaan solar panel di US. And yes, proyeksi di bawah tetap mempercayai sales growth 100% di tahun depan sehingga sales mencapai Rp 1 T. Perubahan yang mengakibatkan perubahan signifikan ada di 2 hal: Pertama, saya memperkirakan penurunan margin tahun depan (supplier is in big trouble). Kedua, fixed asset charge masih turun drastis, tapi ada offset dengan kenaikan fixed aset baru. Again, bisnis produksi solar panel adalah bisnis yang capital intensive seperti yang bisa kita lihat dari perusahaan solar panel US. Net-net, hampir tidak ada perubahan di ROIC.


Kurang lebih sebenarnya hasil dari rekalkulasi saya adalah ROIC di 2020 sama saja dengan tahun 2019 yang berada di 11%. Mengapa EVA bisa turun? Jawabannya karena sales growth. Sales growth bila unprofitable (ROIC < WACC) hanya mengurangi value, bukan menambahnya (saya percaya cost of funds JSKY di 12%). Sales growth hanya menambah value bila bisnis tersebut profitable. EVA dengan jelas memperlihatkannya. Net income seringkali tidak.


EVA momentum tahun 2020 seperti proyeksi di atas adalah -0.4%. Could be worse. Definitely a very different outcome from prior projection. MiM harga saham saat ini di 260/share adalah 0.4%. Proyeksi EVA momentum yang lebih optimis saya juga sekitar 0.4%. Not a good proposition. Sigh...after all these hours of research. But I would add this stock to my watchlist. Like I said, this is not a bad company and it is operating in a crucial field: renewable energy.

92 tampilan0 komentar

Comments


bottom of page