Setelah absen untuk waktu yang lama dari menulis EVA Brief, seorang pembaca lama merequest analisa POWR dari sisi EVA. Sebelum saya mulai, saya memakai perspektif global yang saya terangkan di analisa Global Market Perspective (part 1 & part 2) sebagai konteks trend besar yang memiliki potensi mempengaruhi EVA perusahaan secara signifikan. POWR bukan pengecualian.
Dari berbagai analisa stockbit yang masuk ke dalam inbox, saya menilai kalau tema ‘economic recovery’ saat ini adalah mainstream view. Jika Anda membaca analisa Global saya sebelumnya, Anda akan tahu kalau saya mempunyai pandangan yang pesimistis terhadap economic growth. Dalam pandangan saya, ‘economic recovery’ Indonesia saat ini adalah efek dari stimulus moneter BI yang secara agresif memotong suku bunga di tahun 2020-2021. Kita akan memasuki periode debt contraction massive yang belum pernah terjadi sejak tahun 1998. BI tidak memiliki pilihan lain selain menaikan suku bunga, terutama ketika kita memasuki second phase dari bull run komoditas yang saya percaya sudah terjadi dan menjadi kemungkinan solid setelah Russia tidak bersedia melanjutkan kompromi bernama ‘grain corridor’. Fase bull run komoditas yang kita masuki saat ini akan melebihi supply shock pandemi kemarin. Consumer akan menghadapi prospek kenaikan suku bunga 300-400 bps atau lebih. Seperti yang saya jelaskan di analisa global sebelumnya, pandangan saya adalah sebagian besar masyarakat Indonesia sudah mencapai limit kemampuan bayar kredit mereka di tahun 2014-2015. ‘Economic recovery’ kita bisa berlanjut sampai sejauh ini karena Bank Indonesia terus menerus menurunkan suku bunga. Fase loose monetary policy ini sudah berakhir. Kita hanya belum melihat konsekuensinya saat ini. Dengan konteks gambaran besar ini, sekarang kita akan menganalisa saham POWR dengan tujuan untuk melihat potensinya sebagai investasi.
EVA Analysis
Kita bisa melihat dengan jelas dari Return on Invested Capital (ROIC) POWR dari tahun 2017 – Q2 2023 kalau economic profit POWR bisa dikatakan stabil dalam menghasilkan zero EVA. Di waktu normal, ROIC biasanya di kisaran 12% - sebuah rate of return yang bisa dikatakan mencukupi cost of capitalnya, tapi tidak lebih. Di waktu yang sulit – seperti tahun 2020, ROIC sedikit dibawah angka ini.
Profile rate of return ini adalah apa yang bisa diexpect dari perusahaan penghasil listrik yang diregulasi oleh pemerintah. POWR mengolah natural gas dan batu-bara menjadi listrik yang kemudian dijual ke PLN dan kompleks industri. Personally, saya heran mengapa perusahaan ini ada. Peran perusahaan ini bisa dialihkan langsung ke PLN dan mungkin biaya listrik consumer bisa lebih rendah.
Anyway, dari data ROIC yang stabil di atas kita bisa mengambil kesimpulan kalau POWR tidak mempunyai banyak pricing power. Kenaikan raw materials (nat gas dan batu-bara) bukanlah faktor yang bisa memperkuat EVA POWR. Sebaliknya, saya melihat potensi kalau apabila raw materials mengalami kenaikan besar, tapi demand listrik terkontraksi, POWR akan mengalami kesulitan dalam mempertahankan margin.
Dari sisi investment potential, data ROIC di atas juga menjadi pertanda kuat kalau tidak ada alasan bagus untuk expect harga saham POWR jauh di atas book value (net capital). Dari estimasi saya, nilai net capital POWR per share ini di kisaran 580 – 680 per share. Harga saham POWR saat ini di 730/share. Bahkan dalam kondisi normal, saya tidak bisa melihat bagaimana harga POWR saat ini menjadikannya attractive investment.
And it’s likely to get worse.
Kembali ke konteks economic di awal untuk melihat kemungkinan apa yang akan terjadi ke depan untuk POWR. Periode kenaikan suku bunga di tengah bull-run komoditas (dimana kita masih di fase awal) akan menghantam consumer dengan keras. Di masa seperti itu, kompleks industri juga akan mengurangi output. Keduanya berarti kontraksi demand untuk listrik. Kenaikan raw materials di tengah kontraksi demand hampir memastikan gross margin POWR akan berkurang. Ini karena regulasi akan menghalangi POWR untuk mempass-on kenaikan raw materials.
Raw materials POWR berasa dari nat gas dan batu-bara. Sejauh ini porsi nat-gas masih dominan. Ini bagus untuk stabilitas margin POWR karena pemasok nat gas POWR adalah Pertamina dan PGAS yang harganya juga teregulasi. Berbeda halnya dengan coal. Supplier coal seperti Adaro mencharge POWR dengan mengikuti harga market. Kenyataan kalau gross margin POWR masih stabil di tahun 2021-2022 menunjukan demand listrik yang kuat – untuk saat ini.
*Data gross margin di atas adalah estimasi karena POWR mengubah item income statementnya di tahun 2022 sehingga tidak menampilkan gross margin. Estimasi COGS di tahun 2021 – Q2 2023 meliputi fuel expense, depreciation, dan repair and maintenance.
Chart Analysis: A Repeat of 2022
POWR saat ini kelihatannya mengikuti key angle/trendline yang sama dengan yang terjadi di pertengahan 2022. Indikator composite juga menunjukan karakteristik yang sama dengan membentuk lower peak/divergence.
Seandainya POWR menembus trendline ini, expect kejatuhan yang kuat dan menjadi awal bear market.
Extra Note
Dari analisa geometri yang saya lakukan (meliputi trendline di atas – alasan mengapa saya percaya trendline di atas sangat penting), saya menemukan kalau level 830 sangat penting di POWR. Seandainya POWR tidak break trendline di atas, ada kemungkinan POWR bisa mencapai 830 terlebih dahulu. Saya pikir kemungkinan itu memiliki low probability. 830 akan dicapai kembali oleh POWR ketika saatnya nanti economic recovery membawa fase bull market. Tidak dalam waktu dekat. Sebelum itu terjadi saya pikir ada good probability kalau POWR membentuk historic low terlebih dahulu.
Related:
Comments