Setelah selesai mengudate BIRD di database, sekarang giliran BULL, dan untuk BULL saya memutuskan untuk menulis sesuatu dari perspektif economic profit. Opini general public terbagi dua, ada yang percaya saham ini bullshit dan ada yang percaya kalau saham ini adalah rising superstar yang menawarkan potential return menarik. Untuk alasan yang berikutnya saya jelaskan lebih detail, saya tidak setuju terhadap kedua pendapat tersebut. Dari apa yang saya lihat, BULL bukan perusahaan abal-abal, improvementnya real in economic sense, tapi bila dilihat lebih dalam, improvement ini sangat rentan berputar balik mendadak. Perubahan negatif lebih mungkin terjadi dalam waktu dekat (mungkin di tahun ini), dan seandainya bisa tetap stabil, saham BULL tetap tidak memberikan margin of safety di harga sekarang.
Profil bisnis singkatnya: BULL (Buana Lintas Lautan) adalah perusahaan penyedia kapal tanker. Pertamina menggunakan kapal tanker BULL untuk mengirim minyak ke Singapura. Di tahun 2019 pemain asing mulai menggunakan jasa BULL karena walaupun asing bisa mengambil minyak di Indonesia, mereka wajib menggunakan tanker lokal.
Sejak tahun 2017 BULL mengalami apa yang bisa dibilang transformasi bisnis. Return on capital (ROIC) meningkat drastis dari level rendah di bawah 4% menjadi di dekat 10%, hampir mendekati cost of capitalnya yang saya percaya di dekat 12%. Seperti kebanyakan perusahaan dengan ROIC rendah, economic profit BULL sangat dipengaruhi ROIC.
Transformasi ini terjadi karena harga minyak meningkat di sepanjang tahun 2017 dari titik terendahnya post krisis 2018. Semakin banyak produsen minyak yang ingin percaya kalau kondisi oversupply minyak akhirnya berakhir. Mereka terbukti salah sekarang, tapi bagaimanapun, persepsi tersebut membuat kapal tanker BULL dibutuhkan.
Source: https://knoema.com/infographics/cbhnele/world-crude-oil-supply-and-demand-forecast-2020-2021
Strategi BULL sederhana. Beli kapal tanker, biasanya dengan langsung beli perusahaan tanker lokal yang lebih kecil yang umur kapalnya di bawah 15 tahun. Ekspansi kapal menjadi semakin agresif di tahun 2019 dan sepanjang 2020. Dalam kurun 3 tahun, kapal BULL double jumlahnya dari 17 kapal menjadi 34 kapal. Dan nanti akan saya bahas, eksekusi agresif ini membuat kondisi BULL sangat rentan untuk mengalami kemerosotan economic profit substantial dalam waktu singkat.
Strategi ini works well selama kapal BULL laris dipesan. And it did, setidaknya sampai tahun 2018. Peningkatan return on capital yang drastis dari 4% ke 10% memberi indikasi kuat kalau banyak kapal BULL yang nganggur sebelum tahun 2017.
Kapal yang menganggur memiliki double-whammy terhadap profitabilitas (ROIC), pertama dengan menekan operating margin, dan kedua dari penurunan produktivitas aset.
Sebuah crack mulai terlihat di tahun 2019 dari sisi produktivitas aset. Selagi saya bisa melihatnya dengan jelas dari komponen EVA margin, penurunan produktivitas aset ini juga bisa dilihat dari penurunan pendapatan rata-rata per kapal yang menurun di tahun 2019. Most likely ini terjadi karena BULL mengakuisisi kapal secara agresif dengan harga yang semakin tahun semakin mahal. Dengan kata lain, kapal semakin banyak dan semakin mahal, tapi pendapatannya kurang cukup. Kondisi 2019 ini perlu diingat sebagai konteks tahun 2020. Grafik di bawah akan saya bawa lagi ketika membahas Q3 2020.
Menurut saya, hanya seorang optimist oil yang bisa memiliki confidence kalau dunia akan memiliki demand growth tinggi untuk oil, melebihi supply, terutama di dunia sekarang yang secara spesifik tidak mempunyai jawaban di depan mata bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan baru secara masif. Terlebih, kalau seandainya negara-negara signifkan memenuhi janjinya di Paris Aggreement, industri oil akan menjadi stranded assets, seperti yang terjadi dengan batu-bara (dengan pengecualian beberapa negara berkembang, seperti Indonesia dan India).
At any rate, revenue per kapal yang turun sekitar 20% di tahun 2019 tidak indikatif kalau produsen minyak menemukan demand growth yang mereka harapkan. Kebalikannya lebih mungkin terjadi. Seandainya satu kapal BULL bisa menghasilkan pendapatan yang sama seperti di tahun 2018, kita akan melihat pertumbuhan total revenue hampir 50%, bukannya decline 20%.
Sebelum kejadian luar biasa 2020, kita sudah bisa melihat efek negatif dari ekspansi kapal agresif di dunia ‘business as usual’: Economic profit menurun. Demand growth tanker tidak cukup tinggi untuk mengkomensasi ekspansi kapal. Hal ini tidak sulit dibayangkan bila kita melihat revenue growth di tahun 2019 hanya 18%, tapi jumlah kapalnya hampir 50% lebih banyak. Di kelas ekonomi 101, ini disebut hukum diminishing marginal return.
Lalu datang tahun 2020. Economic profit dan net income melonjak. Untuk alasan yang berbeda. Pandemi membuat demand oil anjlok. Harga futures market oil sempat di negatif. Keadaan luar biasa itu membuat produsen oil menahan barel oil mereka bersirkulasi. Dimana mereka menyimpannya? Kapal tanker. Kapal tanker yang stuck di pelabuhan. Di dalam kondisi biasa, bisnis BULL adalah sebagai pengantar barel oil, bukan penyimpan.
Kondisi luar biasa ini membuat biaya penyimpanan melonjak. Tiba-tiba BULL mendapat angin segar kencang dengan tiap telepon dari Pertamina dan asing untuk menyimpan oil mereka di tanker. Kapal-kapal BULL yang banyak tapi kurang sibuk sekarang mendapati banyak peminat untuk menjadi gudang. Gross margin meningkat pesat, penjualan meningkat pesat. Kapalnya tidak bergerak.
Windfall yang tidak biasa itu direspon management dengan membeli 9 kapal lagi. Sebuah purchase record high. Seandainya BULL tidak seagresif itu dalam membeli kapal, revenue per vessel di atas akan jauh lebih tinggi. Apa yang terjadi adalah revenue per vessel BULL hampir sama dengan tahun 2018 walaupun gross marginnya jauh lebih tinggi.
Pertanyaan saya: Apa yang akan terjadi kalau bisnis BULL kembali seperti biasanya, alias sebagai kurir minyak, bukan penampung?
Gross margin akan turun setidaknya ke level 2017-2019 di sekitar 40%, dan bisa lebih rendah kalau kapal barunya banyak yang menganggur. Sebuah possibility bila kita ingat konteks tahun 2019 di atas. Dan tanpa orderan tinggi, produktivitas aset akan menurun. Di tahun 2019, BULL menambah 8 kapal dan hasilnya revenue per kapal turun 20%. Sekarang BULL punya 9 kapal baru.
Manajemen bertaruh di orderan banyak. Tapi absen dari keberlanjutan skenario kapal tanker menjadi gudang, saya tidak melihat bagaimana economic profit BULL tidak turun drastis.
Sepertinya pandangan umum adalah kondisi tanker menjadi gudang ini buruk. Di presentasinya saya melihat kalau management memberikan investor pandangan cerah dengan basis kapalnya sudah siap berlayar lagi, bukan menjadi gudang. Saya pikir itu kesalahan. Investor lebih baik mengharapkan kalau Pertamina lebih membutuhkan jasa tanker sebagai gudang dan tidak ada pesaing gudang tanker lainnya.
Ekspansi kapal yang agresif ini sangat berpotensi menempatkan BULL sebagai wealth destroyer permanent. Bila ini betul, implikasinya adalah BULL memiliki value yang terdiskon dari modal yang sudah ditanam investor yang sebagian besar adalah kapal tanker.
Range net invested capital/share BULL sekitar 200-300/share. True to its nature sebagai perusahaan yang pas-pasan dalam menghasilkan economic profit dan cenderung negatif, investor tidak menaruh ekspektasi kalau BULL bisa menjadi wealth creator...sampai akhirnya datang tahun 2020 dan sekarang harga sahamnya di 312/share, implying kalau investor melihat BULL sebagai wealth creator.
Peingkatan EVA (economic profit) yang drastis adalah alasan legit untuk peningkatan saham signifikan, dan cenderung melampaui batas rasional. Pada puncaknya, saham BULL sempat di 490/share yang mengimply kalau investor mengharapkan better things to come.
Tapi seperti yang sudah saya jelaskan, kemungkinannya besar economic profit BULL akan mengalami sharp reversal. Jika itu yang betul terjadi, investor telah salah menilai BULL, big time.
Bahkan di harga sekarang, 312/share, tidak ada alasan untuk membeli BULL kecuali kalau ada alasan bagus mengapa economic profit bisa meningkat dari level tahun 2020. Saya tidak menemukannya.
Sebagai note tambahan, saya pernah menganalisa harga saham BULL secara teknikal untuk tujuan trading yang pernah saya share disini. Di analisa saat itu, BULL adalah kandidat beli untuk trading.
Sejak itu, BULL naik ke prior top, turun lagi, dan lanjut naik lagi untuk membentuk top di equality measure dari 'mid-point' yang saya tunjukan di chart bawah.
Perspektif EVA yang saya dapat dari melakukan analisa economic profit ini menunjukan BULL sebagai very high risk idea dalam artian seandainya saya membeli BULL di saat itu (atau sekarang) dan masih memegangnya sekarang, saya tidak memiliki confidence uang saya bisa kembali.
Selagi ketika itu BULL hanya sekedar trading idea, tapi bukan berarti BULL tidak bisa menjadi investment yang solid. Kemungkinannya kecil, separah apapun kondisi, BULL bisa bangkrut, selama oil industry masih hidup - sebuah prospek yang hampir sebuah kepastian untuk setidaknya 5 tahun ke depan. Itu semua bergantung pada harganya. Saya expect kondisi economic profit BULL akan memburuk secara signifikan dan akan sangat sulit untuk mereverse kondisi tersebut tanpa perubahan besar. Di situasi severe economic profit deficit seperti itu, saya prefer purchase price sekitar 30-35% net invested capital (minus debt). That would be below 100/share.
Comments